Selasa, 04 Desember 2012

Seorang Perancang Robot Menjelaskan Imannya




WAWANCARA | MASSIMO TISTARELLI

Seorang Perancang Robot Menjelaskan Imannya


Profesor Massimo Tistarelli adalah ilmuwan di University of Sassari di Italia. Ia anggota redaksi untuk tiga majalah sains internasional dan ikut menulis lebih dari seratus karya tulis ilmiah. Ia meneliti cara manusia mengenali wajah dan melakukan hal yang tampaknya sederhana seperti menangkap bola. Ia kemudian merancang sistem visual untuk robot—sistem yang meniru apa yang kita lakukan. Sedarlah! mewawancarai dia tentang imannya dan pekerjaannya sebagai ilmuwan.
Apa latar belakang agama Anda?

Orang tua saya Katolik, tapi tidak pernah ke gereja. Sewaktu muda, saya cenderung ateis. Saya diajari bahwa kehidupan muncul melalui evolusi, dan saya menerima itu sebagai fakta. Namun, meski tidak percaya adanya Pencipta, saya merasa bahwa pasti ada sesuatu yang lebih tinggi daripada kita. Untuk mencari tahu, saya mempelajari Buddhisme, Hinduisme, dan Taoisme, tapi ajaran mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan.
Apa yang membuat Anda berminat pada sains?
Dari kecil, saya terkagum-kagum pada mesin. Saya bahkan suka membongkar mainan elektronik saya dan memasangnya kembali. Dan saya tak henti-hentinya mengajukan banyak pertanyaan pada ayah saya, seorang insinyur telekomunikasi, tentang cara kerja radio dan telepon.
Apa yang Anda lakukan untuk menjadi ilmuwan?
Saya mempelajari teknik elektro di University of Genoa, kemudian saya melakukan riset doktoral di bidang perancangan robot. Saya khususnya meneliti sistem visual manusia serta mendesain berbagai cara untuk menerapkannya pada rancangan robot.
Mengapa Anda tertarik pada sistem visual kita?
Kerumitannya luar biasa, tidak hanya melibatkan mata—itu bahkan mencakup media untuk menginterpretasikan apa yang kita lihat. Misalnya, perhatikan apa  yang terjadi sewaktu kita menangkap bola. Sewaktu kita berlari untuk menangkap bola, lensa mata kita memfokuskan gambar bola itu pada retina. Gambar itu akan bergerak melintasi retina dengan cara yang bergantung pada pergerakan bola dan mata kita. Tentu, kita biasanya memfokuskan mata kita pada bola itu. Gambarnya lalu menjadi tidak bergerak di retina sementara latarnya ”bergerak”.
Pada saat bersamaan, sistem visual kita mengalkulasi kecepatan dan arah bola itu. Yang menakjubkan, kalkulasi itu mulai dilakukan di retina seraya mata kita memperkirakan pergerakan bola dibandingkan dengan latarnya. Saraf optik kita lantas mengirimkan sinyal yang dibentuk oleh retina ke otak kita, yang akan menganalisis informasinya lebih lanjut dan memerintahkan kita untuk menangkap bola itu. Kerumitan seluruh proses itu sungguh mengagumkan.
Apa yang membuat Anda percaya akan Pencipta?
Pada 1990, saya melakukan riset selama beberapa bulan di Trinity College, Dublin, Irlandia. Dalam perjalanan pulang bersama istri saya, Barbara, kami membahas masa depan anak-anak kami. Kami juga memutuskan untuk mengunjungi kakak perempuan saya yang adalah Saksi Yehuwa. Dia memberikan buku Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi atau Penciptaan? yang diterbitkan oleh Saksi. Saya terkesan oleh riset saksama dalam buku ini. Saya segera menyadari bahwa saya telah menerima evolusi tanpa mempertanyakannya. Misalnya, saya berasumsi bahwa evolusi didukung sepenuhnya oleh catatan fosil. Ternyata tidak. Malah, semakin saya memeriksa evolusi, semakin saya yakin bahwa teori itu cuma omong besar tapi tidak didukung fakta.
Saya memikirkan robot-robot yang saya buat. Rancangan siapa yang saya tiru?
Kemudian, saya memikirkan robot-robot yang saya buat. Rancangan siapa yang saya tiru? Saya tidak akan pernah bisa merancang robot yang mampu menangkap bola semahir kita. Robot bisa diprogram untuk menangkap bola, tapi hanya dalam kondisi yang sudah diatur dengan tepat. Robot tidak bisa melakukannya dalam keadaan yang tidak sesuai dengan programnya. Kemampuan belajar kita jauh lebih unggul daripada mesin—dan mesin saja ada pembuatnya! Fakta ini hanya satu dari banyak hal yang membuat saya menyimpulkan bahwa kita pasti punya Perancang.
Mengapa Anda menjadi Saksi Yehuwa?
Antara lain karena saya dan Barbara menyukai metode belajar mereka yang saksama. Saya khususnya terkesan akan riset dalam publikasi mereka. Riset yang andal menarik bagi orang seperti saya, yang mau menyelami setiap hal secara terperinci. Misalnya, saya sangat tertarik dengan berbagai nubuat, atau prediksi, dalam Alkitab. Apa yang saya pelajari mengenai hal-hal itu meyakinkan saya bahwa Alkitab benar-benar berasal dari Allah. Pada 1992, saya dan Barbara dibaptis sebagai Saksi-Saksi Yehuwa.
Apakah mempelajari sains melemahkan iman Anda?
Justru sebaliknya, sains telah menguatkan iman saya. Misalnya, perhatikan bagaimana kita mengidentifikasi wajah. Bayi bisa melakukan ini beberapa jam setelah lahir. Saya dan Anda bisa langsung mengidentifikasi seseorang yang kita kenal, meski ia berada di tengah kerumunan. Kita bahkan mungkin bisa mengetahui kondisi emosinya. Namun, kita mungkin sama sekali tidak sadar bahwa apa yang kita lakukan itu mencakup pemrosesan begitu banyak informasi dalam waktu yang luar biasa cepat.
Ya, saya sangat yakin bahwa sistem visual kita adalah karunia berharga dari Allah Yehuwa. Karunia-Nya, termasuk Alkitab, menggugah saya untuk bersyukur kepada-Nya dan bercerita tentang Dia kepada orang lain. Lagi pula, rasa keadilan saya membuat saya menyimpulkan bahwa Ia pantas mendapat pujian untuk hasil karya-Nya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar