Minggu, 20 Januari 2013

PERANG




Permusuhan dibarengi tindakan yang dirancang untuk menaklukkan atau membinasakan pihak-pihak yang dianggap sebagai musuh. Ada sejumlah kata Ibrani yang dikaitkan dengan berperang; salah satunya, dari kata kerja dasar qa·rav


, pada dasarnya berarti ”datang mendekat”, yaitu untuk bertempur. Kata benda Yunani pole·mos berarti ”perang”; dan kata kerja stra·teuo berasal dari kata dasar yang memaksudkan bala tentara yang berkemah.

Alkitab mengatakan bahwa Nimrod ”pergi ke Asiria”, yang tampaknya merupakan tindakan agresi, memasuki wilayah Assyur, putra Sem. Di sana Nimrod mendirikan kota-kota. (Kej 10:11) Pada zaman Abraham, seorang raja Elam bernama Khedorlaomer menjajah sejumlah kota (tampaknya semuanya di sekitar ujung selatan L. Mati) selama 12 tahun, memaksa penduduknya melayani dia. Setelah mereka memberontak, Khedorlaomer dan sekutunya berperang melawan mereka, secara telak mengalahkan pasukan Sodom dan Gomora, menjarah harta mereka, dan menawan kemenakan Abraham, Lot, beserta rumah tangganya. Setelah itu Abraham mengerahkan 318 hamba yang terlatih dan, bersama tiga sekutunya, mengejar Khedorlaomer dan mendapatkan kembali para tawanan dan jarahan. Akan tetapi, Abraham tidak mengambil rampasan apa pun. Kisah ini merupakan laporan pertama tentang peperangan yang dilancarkan oleh seorang hamba Allah. Yehuwa berkenan atas perang yang Abraham lakukan untuk membebaskan sesama hamba Yehuwa, karena setelah Abraham kembali, ia diberkati oleh Melkhizedek, imam Allah Yang Mahatinggi.—Kej 14:1-24.



Peperangan

yang Ditentukan Allah. Yehuwa adalah ”prajurit yang gagah perkasa”, ”Allah yang berbala tentara”, dan ”perkasa dalam pertempuran”. (Kel 15:3; 2Sam 5:10; Mz 24:8, 10; Yes 42:13) Sebagai Pencipta dan Pribadi Yang Maha Berdaulat di alam semesta, Ia tidak saja berhak tetapi juga dituntut oleh keadilan untuk melaksanakan atau mengesahkan eksekusi atas para pelanggar hukum, untuk berperang melawan semua orang yang keras kepala dan menolak mematuhi hukum-hukum-Nya yang adil-benar. Karena itu, Yehuwa bertindak adil ketika melenyapkan orang fasik pada waktu Air Bah, menghancurkan Sodom dan Gomora, dan membinasakan pasukan Firaun.—Kej 6:5-7, 13, 17; 19:24; Kel 15:4, 5; bdk. 2Ptr 2:5-10; Yud 7.


Israel


digunakan sebagai eksekutor dari Allah. Yehuwa memberi orang Israel tugas suci untuk menjadi eksekutor di Tanah Perjanjian, ke tempat Ia membawa mereka. Sebelum dibebaskan dari Mesir, bangsa Israel tidak mengenal peperangan. (Kel 13:17) Dengan membimbing Israel sehingga menang melawan ”tujuh bangsa yang lebih banyak penduduknya dan lebih perkasa” daripada mereka, Allah mengagungkan nama-Nya sebagai ”Yehuwa yang berbala tentara, Allah barisan tempur Israel”. Hal itu membuktikan bahwa ”Yehuwa menyelamatkan bukan dengan pedang ataupun tombak, karena ini adalah pertempuran Yehuwa”. (Ul 7:1; 1Sam 17:45, 47; bdk. 2Taw 13:12.) Dengan demikian, orang Israel juga diberi kesempatan untuk memperlihatkan kepatuhan kepada perintah-perintah Allah bahkan sampai taraf rela mempertaruhkan kehidupan mereka dalam peperangan yang ditentukan Allah.—Ul 20:1-4.


Tidak


ada agresi di luar batas-batas yang diberikan Allah. Akan tetapi, Allah dengan tegas memerintahkan Israel agar mereka tidak terlibat dalam peperangan agresi atau penaklukan di luar daerah yang Ia berikan kepada mereka dan agar mereka tidak berperang melawan bangsa mana pun kecuali Ia memerintahkannya. Mereka dilarang terlibat dalam pertikaian dengan bangsa Edom, Moab, atau Ammon. (Ul 2:4, 5, 9, 19) Namun, belakangan mereka diserang oleh bangsa-bangsa tersebut dan terpaksa berperang untuk membela diri. Dalam peperangan ini mereka mendapat bantuan Allah.—Hak 3:12-30; 11:32, 33; 1Sam 14:47.

Ketika raja Ammon pada zaman Hakim-Hakim mencoba membenarkan agresinya terhadap Israel dengan melontarkan tuduhan palsu bahwa Israel mencaplok tanah orang Ammon, Yefta menyanggahnya dengan mengemukakan fakta-fakta sejarah. Kemudian Yefta berperang melawan para agresor itu mengikuti prinsip bahwa ’setiap orang yang dihalau Yehuwa dari hadapan kami akan kami rampas miliknya’. Yefta tidak akan menyerahkan satu jengkal pun tanah yang Israel dapat dari Allah kepada pengacau mana pun.—Hak 11:12-27; lihat YEFTA.


Peperangan


yang disucikan. Pada zaman dahulu, pasukan biasanya disucikan sebelum mereka terjun dalam pertempuran. (Yos 3:5; Yer 6:4; 51:27, 28) Selama peperangan, pasukan Israel, termasuk yang non-Yahudi (seperti Uria, orang Het, yang kemungkinan adalah seorang proselit bersunat), harus tetap tahir. Mereka tidak boleh mengadakan hubungan seks, bahkan dengan istri mereka sendiri, selama suatu kampanye militer. Maka tidak ada pelacur yang ikut bersama pasukan Israel. Selain itu, perkemahan harus dijaga bersih dari pencemaran.—Im 15:16, 18; Ul 23:9-14; 2Sam 11:11, 13.

Apabila Israel yang tidak setia perlu dihukum, bala tentara asing yang melaksanakan pembinasaan dianggap ’disucikan’, dalam arti mereka ’dipisahkan’ oleh Yehuwa untuk melaksanakan penghakiman-Nya yang adil-benar. (Yer 22:6-9; Hab 1:6) Demikian pula, pasukan militer (khususnya orang Media dan Persia) yang membinasakan Babilon disebut oleh Yehuwa sebagai ”orang-orangku yang dipisahkan”.—Yes 13:1-3.

Karena ketamakan mereka, para nabi palsu di Israel dikatakan ”menyucikan perang” terhadap siapa pun yang tidak menaruh sesuatu ke dalam mulut mereka. Tidak diragukan mereka dengan munafik menyatakan bahwa Allah menyetujui penindasan yang mereka lakukan, yang mencakup ikut bertanggung jawab atas penindasan dan bahkan kematian para nabi dan hamba Allah yang sejati.—Mi 3:5; Yer 2:8; Rat 4:13.


Dinas


Wajib. Atas perintah Yehuwa, laki-laki Israel yang berumur 20 tahun ke atas wajib mengikuti dinas militer. Menurut Yosefus, mereka berdinas sampai umur 50 tahun. (Jewish Antiquities, III, 288 [xii, 4]) Mereka yang takut dan kecut hati ditolak karena peperangan Israel adalah peperangan Yehuwa, dan orang yang takut karena kurang iman cenderung melemahkan semangat pasukan. Pengecualian diberikan kepada pria-pria yang baru selesai membangun rumah, juga kepada mereka yang membuat kebun anggur dan belum mendapat hasilnya. Pengecualian ini diberikan berdasarkan hak seorang pria untuk menikmati hasil kerjanya. Pria yang baru menikah dibebaskan untuk satu tahun. Selama waktu itu pria tersebut dapat mempunyai dan melihat seorang ahli waris. Dalam hal ini, Yehuwa menunjukkan kepedulian dan timbang rasa-Nya terhadap keluarga. (Bil 1:1-3, 44-46; Ul 20:5-8; 24:5) Orang-orang Lewi, yang mengemban dinas di tempat suci, dibebaskan, yang memperlihatkan bahwa Yehuwa menganggap kesejahteraan rohani umat lebih penting daripada pertahanan militer.—Bil 1:47-49; 2:32, 33.


Hukum


mengenai penyerangan dan pengepungan kota-kota. Yehuwa memberikan instruksi kepada Israel sehubungan dengan prosedur militer dalam penaklukan Kanaan. Tujuh bangsa di Kanaan yang disebutkan di Ulangan 7:1, 2 harus dibinasakan, termasuk wanita dan anak-anak. Kota-kota mereka harus dikhususkan untuk pembinasaan. (Ul 20:15-17) Menurut Ulangan 20:10-15, kota-kota lainnya mula-mula diperingatkan dan syarat-syarat perdamaian ditawarkan. Apabila kota itu menyerah, penduduknya tidak dibinasakan dan dijadikan pekerja paksa. Kesempatan untuk menyerah ini, beserta jaminan bahwa mereka akan dibiarkan hidup dan kaum wanita mereka tidak akan diperkosa atau dianiaya, membuat kota-kota itu terdorong untuk menyerah kepada pasukan Israel, sehingga menghindari banyak penumpahan darah. Jika ada kota yang tidak menyerah, semua prianya dibunuh. Dengan demikian, tersingkirlah kemungkinan terjadinya pemberontakan penduduk kota itu di kemudian hari. ’Para wanita dan anak-anak’ dibiarkan hidup. ”Wanita” di sini tidak diragukan memaksudkan perawan sebagaimana ditunjukkan di Ulangan 21:10-14, yang menyebutkan bahwa para calon pengantin masa perang digambarkan menangisi orang tua, bukan menangisi suami. Selain itu, sebelumnya, sewaktu Israel mengalahkan Midian, secara spesifik disebutkan bahwa hanya para perawan yang dibiarkan hidup. Dengan demikian, Israel akan terlindung dari ibadat palsu dan tidak diragukan terlindung dari penyakit menular lewat hubungan seks. (Bil 31:7, 17, 18) (Sehubungan dengan adilnya ketetapan Allah terhadap bangsa-bangsa di Kanaan, lihat KANAAN [Penaklukan Kanaan oleh Israel].)

Pohon-pohon penghasil makanan tidak boleh ditebang untuk membuat kubu pengepungan. (Ul 20:19, 20) Di tengah-tengah sengitnya pertempuran, kuda-kuda musuh harus dipotong urat kakinya untuk melumpuhkan mereka; setelah pertempuran kuda-kuda tersebut pasti dibunuh.—Yos 11:6.


Tidak

Semua Peperangan Israel Itu Benar. Ketika Israel jatuh ke dalam haluan tidak setia, sering ada konflik seperti perebutan kekuasaan. Demikianlah halnya ketika Abimelekh berperang melawan Syikhem dan Tebez pada zaman Hakim-Hakim (Hak 9:1-57), juga peperangan Omri melawan Zimri dan Tibni, yang membuat Omri dikukuhkan sebagai raja kerajaan sepuluh suku. (1Raj 16:16-22) Selain itu, bukannya bersandar kepada Yehuwa untuk mendapat perlindungan terhadap musuh mereka, orang Israel mulai mengandalkan kekuatan militer, kuda dan kereta. Jadi, pada zaman Yesaya, negeri Yehuda ”penuh dengan kuda” dan ”tidak terbatas kereta-kereta mereka”.—Yes 2:1, 7.


Strategi

dan Taktik-Taktik Perang pada Zaman Dahulu. Mata-mata sering kali diutus mendahului serangan untuk mencari tahu keadaan di negeri yang akan diserang. Mata-mata tersebut tidak diutus untuk memulai pergolakan, pemberontakan, atau gerakan subversif bawah tanah. (Bil 13:1, 2, 17-19; Yos 2:1; Hak 18:2; 1Sam 26:4) Bunyi terompet khusus dikumandangkan untuk mengerahkan pasukan, untuk panggilan perang, dan sebagai tanda tindakan terpadu. (Bil 10:9; 2Taw 13:12; bdk. Hak 3:27; 6:34; 7:19, 20.) Kadang-kadang pasukan dibagi dan dikerahkan untuk menyerang musuh dari dua sisi, atau dalam pengadangan dan aksi pancingan. (Kej 14:15; Yos 8:2-8; Hak 7:16; 2Sam 5:23, 24; 2Taw 13:13) Sekurang-kurangnya pada satu peristiwa, atas pengarahan Yehuwa, para penyanyi yang memuji Allah ditempatkan di barisan depan, mendahului pasukan bersenjata. Pada hari itu Allah berperang bagi Israel, mengacaubalaukan perkemahan musuh sehingga prajurit-prajurit musuh saling membunuh.—2Taw 20:20-23.

Pertempuran pada umumnya adalah pertarungan satu lawan satu. Berbagai senjata digunakan—pedang, tombak, lembing, panah, batu umban, dan sebagainya. Selama penaklukan Tanah Perjanjian, Israel tidak mengandalkan kuda dan kereta; mereka menaruh kepercayaan kepada kuasa penyelamatan Yehuwa. (Ul 17:16; Mz 20:7; 33:17; Ams 21:31) Baru belakangan bala tentara Israel menggunakan kuda dan kereta, seperti halnya orang Mesir dan bangsa-bangsa lainnya. (1Raj 4:26; 20:23-25; Kel 14:6, 7; Ul 11:4) Bala tentara asing kadang-kadang diperlengkapi kereta perang dengan sabit besi yang mencuat dari gandar roda.—Yos 17:16; Hak 4:3, 13.

Dari abad ke abad, taktik perang berubah-ubah. Pada umumnya, Israel tidak berkonsentrasi pada pengembangan peralatan perang untuk menyerang, meskipun cukup banyak perhatian diberikan kepada pertahanan. Raja Uzzia dari Yehuda terkenal karena membuat ”mesin-mesin perang, temuan para ahli mesin”, tetapi semua itu khusus untuk melindungi Yerusalem. (2Taw 26:14, 15) Agar dapat menyerang bagian tembok kota yang lebih tinggi dan lebih rawan, bala tentara Asiria dan Babilonia, khususnya, terkenal dengan tembok pengepungan dan kubu pengepungan mereka. Kubu pengepungan tersebut berupa bidang miring dan di atasnya menara beserta balok-balok penggempur ditempatkan; dari atas menara, para pemanah dan pengumban melancarkan serangan. Selain itu, terdapat jenis alat pengepungan lainnya, termasuk katapel raksasa untuk melontarkan batu. (2Raj 19:32; Yer 32:24; Yeh 4:2; Luk 19:43) Pada waktu yang sama para pembela kota berupaya menangkis serangan dengan bantuan para pemanah, pengumban, dan juga para prajurit yang akan melontarkan kayu-kayu berapi dari tembok serta menara mereka dan dari alat pelempar senjata yang terdapat di dalam kota. (2Sam 11:21, 24; 2Taw 26:15; 32:5) Sewaktu menyerang benteng bertembok, salah satu upaya pertama adalah menyumbat penyaluran air ke kota, sedangkan kota yang bakal dikepung sering kali menutup sumber-sumber air di sekeliling kota agar tidak dimanfaatkan oleh para penyerang mereka.—2Taw 32:2-4, 30.

Setelah mengalahkan musuh, para pemenang kadang-kadang menutup sumur dan mata air di wilayah musuh serta menyebarkan batu-batu di atas tanah, kadang-kadang menaburi tanah dengan garam.—Hak 9:45; 2Raj 3:24, 25; lihat BENTENG; SENJATA, PERSENJATAAN.


Yesus

Menubuatkan Peperangan. Yesus, pria yang pendamai, menyatakan bahwa ”orang yang mengangkat pedang akan binasa oleh pedang”. (Mat 26:52) Ia memberi tahu Pilatus bahwa, jika Kerajaannya berasal dari dunia ini, pelayan-pelayannya pasti sudah akan berjuang agar ia tidak diserahkan kepada orang-orang Yahudi. (Yoh 18:36) Namun, ia menubuatkan bahwa karena Yerusalem telah menolak dia sebagai Mesias, kota tersebut akan dikepung dan ditelantarkan dan pada waktu itu ’anak-anaknya’ (penduduknya) akan dihempaskan ke tanah.—Luk 19:41-44; 21:24.

Tidak lama sebelum kematiannya, Yesus memberikan nubuat-nubuat yang berlaku untuk generasi itu dan juga untuk masa manakala ia mulai hadir dalam kuasa Kerajaan, ”Kamu akan mendengar bunyi peperangan dan laporan-laporan tentang peperangan; perhatikan agar kamu tidak takut. Karena hal-hal ini harus terjadi, tetapi akhir itu masih belum tiba. Karena bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan.”—Mat 24:6, 7; Mrk 13:7, 8; Luk 21:9, 10.


Kristus

Mengadakan Peperangan sebagai ”Raja atas Segala Raja”. Alkitab menyingkapkan bahwa Tuan Yesus Kristus yang sudah dibangkitkan, dengan ”semua wewenang di surga dan di bumi” yang diberikan Bapaknya kepadanya, akan terlibat dalam peperangan yang bakal membinasakan semua musuh Allah dan mewujudkan perdamaian yang abadi, sebagaimana tersirat dalam gelarnya, ”Pangeran Perdamaian”.—Mat 28:18; 2Tes 1:7-10; Yes 9:6.

Rasul Yohanes mendapat penglihatan tentang hal-hal yang bakal terjadi setelah Kristus ditakhtakan di surga. Kata-kata di Mazmur 2:7, 8 dan 110:1, 2 menubuatkan bahwa Putra Allah diundang untuk ’meminta kepada Yehuwa agar bangsa-bangsa diberikan sebagai milik pusakanya’, dan bahwa Yehuwa menanggapi dengan mengutusnya untuk ’melakukan penaklukan di antara musuh-musuhnya’. (Ibr 10:12, 13) Penglihatan Yohanes menggambarkan perang di surga ketika Mikhael, yaitu Yesus Kristus (lihat MIKHAEL No. 1), memimpin bala tentara surga dalam perang melawan si Naga, Setan si Iblis. Hasil peperangan itu adalah dicampakkannya si Iblis dan malaikat-malaikatnya ke bumi. Perang ini terjadi segera setelah ’kelahiran anak laki-laki’ yang akan memerintah bangsa-bangsa dengan tongkat besi. (Pny 12:7-9) Suatu suara yang keras di surga mengumumkan, ”Sekarang keselamatan dan kuasa dan kerajaan Allah kita dan wewenang Kristusnya telah menjadi kenyataan.” Hal itu membawa kelegaan dan sukacita atas para malaikat, tetapi menjadi pertanda kesusahan, termasuk peperangan, bagi bumi sebagaimana dinyatakan selanjutnya, ”Celaka bagi bumi dan bagi laut, sebab si Iblis telah turun kepadamu dengan kemarahan yang besar, karena ia tahu bahwa waktunya tinggal sedikit.”—Pny 12:10, 12.

Setelah dicampakkan ke bumi, Setan menjadikan para hamba Allah di bumi, orang-orang yang masih tersisa dari ’benih perempuan’, ”yang menjalankan perintah-perintah Allah dan mempunyai pekerjaan memberikan kesaksian tentang Yesus”, sebagai sasaran utamanya. Setan memulai peperangan melawan mereka, yang mencakup konflik rohani dan juga penganiayaan, yang bahkan mengakibatkan kematian beberapa orang. (Pny 12:13, 17) Pasal-pasal selanjutnya di Penyingkapan (13, 17-19) menggambarkan kaki tangan dan sarana yang Setan gunakan melawan mereka, maupun akhir yang berkemenangan bagi orang-orang kudus Allah di bawah Yesus Kristus, Pemimpin mereka.


”Perang


pada hari besar Allah Yang Mahakuasa.” Penyingkapan pasal 19 memberikan gambaran tentang perang terbesar sepanjang sejarah manusia yang mengungguli apa pun yang pernah disaksikan manusia. Sebelumnya dalam penglihatan, perang itu disebut ”perang pada hari besar Allah Yang Mahakuasa”. ”Binatang buas itu dan raja-raja di bumi dan bala tentara mereka” yang dikumpulkan di medan perang ini oleh ”pernyataan-pernyataan yang diilhami oleh hantu-hantu” bergerak maju untuk melawan Yehuwa dan Tuan Yesus Kristus sebagai Komandan bala tentara Allah, yakni pasukan di surga. (Pny 16:14; 19:19) Tidak ada hamba Allah di bumi yang digambarkan ambil bagian dalam pertempuran itu. Raja-raja di bumi ”akan bertempur melawan Anak Domba itu, namun, karena ia adalah Tuan atas segala tuan dan Raja atas segala raja, Anak Domba itu akan menaklukkan mereka”. (Pny 17:14; 19:19-21; lihat HAR–MAGEDON.) Setelah pertempuran itu, Setan si Iblis sendiri akan dibelenggu selama seribu tahun, ”agar dia tidak lagi menyesatkan bangsa-bangsa sampai seribu tahun itu berakhir”.—Pny 20:1-3.

Dengan berakhirnya perang itu, bumi akan menikmati perdamaian selama seribu tahun. Mazmur yang menyatakan ”[Yehuwa] menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi. Busur ia patahkan dan tombak ia potong; pedati-pedati ia bakar dalam api”, mempunyai penggenapan pertama ketika Allah membawa perdamaian atas negeri Israel dengan menghancurkan peralatan perang musuh. Setelah Kristus mengalahkan para pemicu perang di Har–Magedon itu, perdamaian yang sepenuhnya dan yang memuaskan akan dinikmati sampai ke ujung bola bumi. (Mz 46:8-10) Orang-orang yang dikaruniai kehidupan abadi adalah mereka yang telah menempa ”pedang-pedang mereka menjadi mata bajak dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas” dan yang ”tidak akan belajar perang lagi”. ”Karena mulut Yehuwa yang berbala tentara telah mengatakannya.”—Yes 2:4; Mi 4:3, 4.


Ancaman


perang berakhir untuk selama-lamanya. Penglihatan di buku Penyingkapan selanjutnya memperlihatkan bahwa pada akhir seribu tahun Setan si Iblis akan dilepaskan dari belenggunya dalam jurang yang tidak terduga dalamnya dan akan kembali menggerakkan banyak orang untuk berperang melawan mereka yang tetap loyal kepada Allah. Namun, tidak akan terjadi kerusakan, karena ’api akan turun dari langit’ dan melalap musuh-musuh tersebut, dengan demikian menyingkirkan segala ancaman perang untuk selama-lamanya.—Pny 20:7-10.


Peperangan

Orang Kristen. Meskipun tidak terlibat dalam peperangan fisik melawan darah dan daging (Ef 6:12), orang Kristen terlibat dalam peperangan rohani. Rasul Paulus menggambarkan peperangan yang terjadi dalam diri orang Kristen antara ”hukum dosa” dan ”hukum Allah”, atau ’hukum pikiran’ (pikiran Kristen yang selaras dengan Allah).—Rm 7:15-25.

Peperangan orang Kristen ini penuh penderitaan dan ia harus mengerahkan diri sekuat-kuatnya apabila ingin menang. Namun, ia dapat yakin akan kemenangan melalui kebaikan hati Allah yang tidak selayaknya diperoleh, dengan perantaraan Kristus dan bantuan roh Allah. (Rm 8:35-39) Yesus mengatakan tentang pertempuran tersebut, ”Kerahkanlah dirimu sekuat tenaga untuk masuk melalui pintu yang sempit” (Luk 13:24), dan rasul Petrus menasihati agar ”tetap menjauhkan diri dari keinginan daging, yang justru adalah hal-hal yang menimbulkan konflik [atau, ”yang melakukan dinas militer” (stra·teu


on·tai)] dengan jiwa”.—1Ptr 2:11, Int; bdk. Yak 4:1, 2.

Melawan

roh-roh fasik. Selain berperang melawan hukum dosa, orang Kristen harus berperang melawan hantu-hantu, yang memanfaatkan kecenderungan daging dengan menggoda orang Kristen untuk berdosa. (Ef 6:12) Dalam peperangan ini, hantu-hantu juga membujuk orang-orang yang ada di bawah pengaruh mereka untuk menggoda atau menentang dan menganiaya orang Kristen dalam upaya mematahkan integritas mereka kepada Allah.—1Kor 7:5; 2Kor 2:11; 12:7; bdk. Luk 4:1-13.

Melawan

ajaran-ajaran palsu. Rasul Paulus juga berbicara tentang peperangan yang sedang diperjuangkan olehnya dan rekan-rekannya, dalam melaksanakan tugas mereka sebagai orang yang dilantik untuk mengurus sidang Kristen. (2Kor 10:3) Sidang di Korintus telah secara salah dipengaruhi oleh pria-pria lancang yang Paulus sebut sebagai ”rasul-rasul palsu” yang, dengan memberikan perhatian yang tidak pantas kepada pribadi-pribadi terkemuka, telah menimbulkan perpecahan, sekte, di dalam sidang. (2Kor 11:13-15) Dengan demikian, mereka menjadi pengikut pria-pria seperti Apolos, Paulus, dan Kefas. (1Kor 1:11, 12) Para anggota sidang kehilangan sudut pandangan rohani, bahwa pria-pria ini semata-mata wakil Kristus, secara terpadu melayani untuk tujuan yang sama. Mereka menjadi bersifat daging. (1Kor 3:1-9) Mereka memandang orang di sidang ’menurut keadaan mereka dalam daging’, yakni penampilan, bakat alam, kepribadian, dan sebagainya, dan tidak memandang mereka sebagai manusia rohani. Mereka tidak mengakui bahwa roh Allah bekerja dalam sidang, dan bahwa pria-pria seperti Paulus, Petrus, dan Apolos mencapai apa yang mereka lakukan sebagai hasil bekerjanya roh Allah, demi kemuliaan-Nya.

Oleh karena itu, Paulus terdorong untuk menulis surat kepada mereka, ”Sesungguhnya aku minta dengan sangat agar apabila aku hadir, jangan sampai aku harus menggunakan keberanian yang disertai dengan keyakinan itu, yang dengannya aku akan mengambil tindakan tegas terhadap beberapa orang yang menyangka seolah-olah kami berjalan menurut keadaan kami dalam daging. Karena walaupun kami berjalan menurut daging, kami tidak berperang menurut keadaan kami dalam daging. Sebab senjata-senjata peperangan kami tidak bersifat daging, tetapi penuh kuasa oleh karena Allah, untuk merobohkan perkara-perkara yang dibentengi dengan kuat. Karena kami merobohkan pertimbangan-pertimbangan dan setiap perkara muluk-muluk yang dibangun untuk menentang pengetahuan tentang Allah; dan kami menawan setiap pikiran untuk membuatnya taat kepada Kristus.”—2Kor 10:2-5.

Paulus menulis surat kepada Timotius, yang ia tinggalkan di Efesus untuk mengurus sidang di sana, ”Mandat ini aku percayakan kepadamu, anakku, Timotius, sesuai dengan ramalan-ramalan yang langsung ditujukan kepadamu, agar dengan ini engkau terus melancarkan peperangan yang baik; berpegang pada iman dan hati nurani yang baik.” (1Tim 1:18, 19) Timotius tidak saja menghadapi konflik-konflik karena daging yang berdosa dan karena tentangan musuh-musuh kebenaran, tetapi ia juga harus berperang melawan penyusupan doktrin-doktrin palsu dan orang-orang yang akan merusak sidang. (1Tim 1:3-7; 4:6, 11-16) Tindakannya akan memperkuat sidang melawan kemurtadan yang Paulus tahu akan terjadi setelah para rasul meninggalkan panggung dunia. (2Tim 4:3-5) Jadi, ada perjuangan nyata yang harus dilakukan Timotius.

Paulus dapat mengatakan kepada Timotius, ”Aku telah berjuang dalam perjuangan yang baik, aku telah berlari di lintasan sampai garis akhir, aku telah menjalankan iman.” (2Tim 4:7) Paulus telah memelihara kesetiaannya kepada Yehuwa dan Yesus Kristus melalui tingkah laku yang benar dan pelayanan di bawah tentangan, penderitaan, dan penganiayaan. (2Kor 11:23-28) Selain itu, ia telah memenuhi tanggung jawab jabatannya sebagai rasul Tuan Yesus Kristus, berperang agar sidang Kristen tetap bersih dan tanpa cela, sebagai perawan yang murni, dan sebagai ”pilar dan penopang kebenaran”.—1Tim 3:15; 1Kor 4:1, 2; 2Kor 11:2, 29; bdk. 2Tim 2:3, 4.

Allah

mendukung orang Kristen secara materi. Dalam peperangan Kristen, Allah memandang orang Kristen sebagai prajurit-Nya dan, karena itu, Ia menyediakan kebutuhan materi mereka. Sehubungan dengan hak seseorang yang melayani orang lain sebagai pelayan, sang rasul berargumen, ”Siapakah yang pernah berdinas sebagai prajurit atas biayanya sendiri?”—1Kor 9:7.

Orang
Kristen dan Peperangan Bangsa-Bangsa. Orang Kristen selalu memelihara kenetralan yang teguh sehubungan dengan peperangan fisik di antara bangsa-bangsa, kelompok-kelompok, atau faksi-faksi mana pun. (Yoh 18:36; 1Kor 5:1, 13; Ef 6:12) Untuk contoh-contoh sikap orang Kristen masa awal sehubungan dengan hal ini, lihat BALA TENTARA (Mereka yang Dikenal sebagai Orang Kristen Masa Awal).

Penggunaan
Lainnya. Dalam nyanyian Barak dan Debora, yang dilantunkan setelah kemenangan atas bala tentara Yabin, raja Kanaan, ada suatu keadaan yang dikenang dan yang menetapkan sebuah prinsip, ”Mereka [Israel] kemudian memilih allah-allah baru. Pada waktu itulah ada perang di gerbang-gerbang.” (Hak 5:8) Segera setelah mereka meninggalkan Yehuwa dan berpaling kepada ibadat palsu, kesulitan pun timbul, para musuh mendesak sampai ke gerbang kota-kota mereka. Hal ini selaras dengan pernyataan pemazmur, ”Kalau bukan Yehuwa yang menjaga kota, sia-sialah penjaga tetap sadar.”—Mz 127:1.

Di Pengkhotbah 8:8, Salomo menulis, ”Tidak ada orang yang memiliki kuasa atas roh untuk menahan roh itu; . . . juga tidak ada pembebasan tugas dalam perang.” Pada hari kematian, orang yang sekarat tidak dapat memperpanjang kehidupannya dengan menahan roh, atau daya kehidupan, sehingga tidak kembali kepada Allah, Pemberi dan Sumbernya. Manusia yang menuju kematian tidak dapat mengendalikan hari kematiannya dan mencegah agar itu tidak pernah menimpanya. Dengan upaya apa pun, manusia tidak dapat bebas dari peperangan yang dilancarkan musuh, yakni Kematian, terhadap segenap umat manusia tanpa perkecualian. Manusia berdosa tidak dapat meminta manusia berdosa lainnya menggantikan dia dalam kematian sehingga dia dapat bebas dari kematian. (Mz 49:6-9) Kelegaan dimungkinkan hanya karena kebaikan hati Yehuwa yang tidak selayaknya diperoleh melalui Yesus Kristus. ”Sebagaimana dosa berkuasa sebagai raja bersama kematian, demikian pula kebaikan hati yang tidak selayaknya diperoleh berkuasa sebagai raja melalui keadilbenaran dengan tujuan kehidupan abadi melalui Yesus Kristus, Tuan kita.”—Rm 5:21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar